Perkembangan tekhnologi terutama perkembangan teknologi informasi saat ini sudah sangat jelas tidak mungkin lagi kita hindari. ini dibuktikan oleh survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) mengungkap bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia kini telah terhubung ke internet.Survei
yang dilakukan sepanjang 2016 itu menemukan bahwa 132,7 juta orang
Indonesia telah terhubung ke internet. Adapun total penduduk Indonesia
sendiri sebanyak 256,2 juta orang. (http://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.di.indonesia.capai.132.juta) Penyebabnya adalah perkembangan infrastruktur dan mudahnya mendapatkan smartphone atau perangkat genggam.
Dari adanya survey oleh APJII ini akan membuktikan bahwa barang yang bernama “gadget” dan sejenisnya sudah merambah ke tataran yang sangat tidak relevan bagi kehidupan seorang anak. Belum lagi kalau kita saksikan disetiap berkumpulnya anak-anak remaja bahkan orangtua dipastikan di tangannya ada yang nama handphone yang notabene selalu mereka pakai untuk chating dan lain-lainnya.
Dengan
sadar atau tidak hal ini akan berimplikasi pada dunia pendidikan,
terutama pendidikan di Madrasah yang titik penekanannya adalah anak usia dasar dengan tingkat kelabilan emosi yg sana sekali belum matang. Memang tekhnologi informasi terutama internet banyak mempunyai manfaat yang sangat besar bagi penggunanya, akan tetapi juga mempunyai dampai negatif
Diantara dampak negatif dari internet tersebut secara garis besar adalah Pertama, mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung (face to face). Kedua, dari sifat sosial yang berubah dapat mengakibatkan perubahan pola masyarakat dalam berinteraksi. Ketiga, kejahatan seperti menipu dan mencuri dapat dilakukan di internet (kejahatan juga ikut berkembang). Keempat, bisa membuat seseorang kecanduan, terutama yang menyangkut pornografi dan dapat menghabiskan uang karena hanya untuk melayani kecanduan tersebut
Dalam ilmu pedagogik, belajar dapat didefinisikan sebagai sebuah perubahan tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik. Tingkah laku di sini bukan hanya berarti kemampuan siswa secara afektif, tetapi juga kemampuan siswa dari sisi kognitif dan psikomotorik. pada titik inilah, peran guru sebagai kelompok Digital Immigrant sangat penting bagi siswa, yaitu membimbing siswa agar belajar memanfaatkan penggunaan internet ke arah yang lebih positif untuk keperluan belajar di sekolah.
Di era digital seperti sekarang, generasi manusia dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Pertama, Digital Immigrant, yaitu kelompok yang sedari lahir tidak ada internet kemudian saat aktif di dalamnya. Kedua, Digital Native, yaitu orang yang sedari lahir sudah ada internet. Persamaan dari kedua kelompok dapat dipahami bahwa mereka akhirnya sama-sama menggunakan internet untuk ‘kebutuhan’ interaksinya di dunia maya. Seiring dengan perkembangan teknologi dan media informasi yang semakin pesat, pendidikan sebagai investasi masa depan generasi bangsa harus bisa menyesuaikan diri. Semisal dapat memanfaatkan era digital ini sebagai media pembelajaran bagi siswa di madrasah dan sekolah, bahkan pesantren. Akses informasi di era digital ini memungkinkan siswa lebih mengetahui informasi terlebih dahulu ketimbang guru. Tentu hal ini tidak akan membuat guru menjadi ketinggalan dibanding siswanya, karena keberadaan guru di kelas dan lingkungan sekolah lebih kepada memfasilitasi siswa untuk belajar.
Dalam ilmu pedagogik, belajar dapat didefinisikan merupakan sebuah perubahan tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik. Tingkah laku di sini bukan hanya berarti kemampuan siswa secara afektif, tetapi juga kemampuan siswa dari sisi kognitif dan psikomotorik. Di titik inilah, guru yang bisa dikatakan sebagai kelompok Digital Immigrant keberadaannya sangat penting bagi siswa, yaitu membimbing siswa agar belajar memanfaatkan penggunaan internet ke arah yang lebih positif untuk keperluan belajar di sekolah.
Dengan kata lain, Digital Immigrant ada untuk membelajarkan para Digital Native agar dapat memanfaatkan internet sebagai media meningkatkan kualitas belajar siswa. Dalam hal ini, guru juga dituntut mengikuti perkembangan arus informasi di era digital melalui kanal-kanal media sosial, misalnya. Dalam kanal inilah, siswa dapat diarahkan untuk membentuk kelompok belajar secara berkesinambungan karena kanal media sosial tidak terbatas ruang dan waktu.
Namun demikian, media sosial atau media lain di dunia maya hanyalah alat (instrumen) bukan tujuan. Artinya, alat tidak bisa menggantikan posisi guru. Sebab alat tidak mempunyai sisi humanitas (kemanusiaan). Oleh sebab itu, kehadiran guru secara emosional sangat penting untuk menumbuhkembangkan sisi kemanusiaan seorang siswa. Euforia media sosial yang saat ini hampir pasti dipunyai oleh setiap individu, menuntut guru agar lebih memahamkan kepada siswa akan arti positif media sosial dan hadirnya ribuan portal-portal berita. Apalagi saat ini, tak sedikit yang memanfaatkan internet untuk menumbuhkembangkan paham-paham yang meresahkan di tengah masyarakat.
Hal ini penting menjadi perhatian guru, karena selama ini paham-paham tersebut sangat gencar menyasar anak-anak muda usia sekolah. Pada akhirnya, era digital menyadarkan dunia pendidikan akan arti penting sebuah inovasi yang harus terus menerus dikembangkan. Dunia pendidikan tidak perlu anti terhadap siswa yang saat ini gandrung dengan media sosial. Sebaliknya, semua elemen pendidikan harus mampu memanfaatkan potensi media sosial di era digital ini agar pembelajaran di kelas lebih berkualitas. Lagipula, teori media pembelajaran dapat dikembangkan melalui perkembangan dunia digital.
Sekarang bagaimana tugas seorang dalam memanfaatkan kondisi yang saat ini wajib dilakukannya sebagai seorang tenaga pendidik. Tentunya hal ini tidaklah mudah, karena betapapun beratnya tugas seorang guru akan menjadi fokus center dalam kehidupan seorang anak.
Bayangkan seorang anak akan lebih mematuhi “perintah” gurunya ketika di sekolah ketimbang suruhan orangtuanya di rumah. Kenapa demikian, di sinilah kekuatan yang maha dahsyat bagi seorang guru untuk memberikan hal terbaik, uswatun hasanah bagi seorang anak didiknya.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Guru diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan) harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis) maupun sikap mental.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dalam menjalankan peran-perannya dengan mengedepankan profesionalisme adalah sebagai berikut:
Pertama, Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar. Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan responsif, arif, dan bijaksana. Responsive artinya guru harus bisa menguasai dengan baik produk IPTEK, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti pembelajaran dengan menggunakan multimedia. Tanpa penguasaan IPTEK yang baik, maka guru akan tertinggal dan menjadi korban IPTEK serta menjadi guru “isoku iki”.
Kedua, krisis moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia. Akibat pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh iptek dan globalisasi. Dikalangan remaja sangat begitu terasa akan pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh hiburan baik cetak maupun elektronik yang menjurus pada hal-hal pornografi telah menjadikan remaja tergoda dengan kehidupan yang menjurus pada pergaulan bebas dan materialisme. Mereka sebenarnya hanya menjadi korban dari globalisasi yang selalu menuntut kepraktisan, kesenangan belaka, dan budaya instan.
Ketiga, krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secara pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi korban ganasnya industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan guru untuk merespon realitas ini, terutama dalam dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dan sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat harus mampu menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi solusi dari suatu masalah sosial (kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan) bukan menjadi bagian bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.
Keempat, krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia. Sebagai bangsa dan negara di tengah bangsa-bangsa di dunia membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk setiap eksisnya bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa berkorban untuk bangsa dan negara. Dewasa ini ada kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti kurang apresiasinya generasi muda pada kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih kebarat-baratan, dan beberapa indikator lainnya. Melihat realitas di atas guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kelima, adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun Dunia. Kondisi di atas membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari segi kualitas sumber daya manusia. Dibutuhkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang handal dan unggul yang siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dunia pendidikan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam menciptakan SDM (Sumber Daya Manusia) yang digambarkan seperti di atas. Oleh karena itu, dibutuhkan guru yang visioner, kompeten, dan berdedikasi tinggi sehingga mampu membekali peserta didik dengan sejumlah kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan di tengah-tengah masyarakat yang sedang dan terus berubah.